Dua tahun
menjadi bagian dari ekstrakulikuer jurnalistik SMP Islam Sabilillah Malang
cukup menambah banyak cerita baru di berbagai hari Sabtu. Mungkin, jumlah hari
Sabtu tak akan sebanyak itu. Tujuh puluh menit juga tak akan selama itu. Namun,
sepertinya pertemuan ini juga menjadi awal dari banyak pertemuan lain. Ya,
setidaknya, kami pernah bertemu selain hari Sabtu. Itu sudah cukup membanggakan
untuk sebuah ekstra yang sering libur ini. Entah ini termasuk waktu yang
singkat atau tidak, tapi dua tahun ini menambah banyak tawa, keluh, dan revisi
tulisan yang penuh roasting-an.
Pertama
kali bertemu dengan Kak Izzuddin, pelatih ekstra jurnalistik kami, cukup kaget
sekaligus senang rasanya. Melihat sosok yang masih berusia muda, namun memiliki
ketertarikan yang sangat tinggi pada sastra dan karya tulis. Mungkin, saya
masih tergolong awam, bahkan tidak tahu-menahu mengenai sastra itu sendiri.
Namun, melihat individu-individu yang bergelut di bidang sastra, selalu keren
rasanya. Mungkin, bisa dikatakan bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan
saya bergabung dalam ekstrakulikuler jurnalistik selain alasan klise lain.
Di
tahun pertama, kami hanya bertemu lewat zoom dan mempelajari jurnalistik
secara “formal”. Penyampaian materi, mencatat, lalu mencobanya di media online.
Hebatnya, saya dan teman-teman jurnalistik berhasil membuat berita untuk
kegiatan FLOSS (Festival Lomba Olahraga Seni Sabilillah), semacam kompetisi di
lingkungan sekolah dengan cabang lomba sesuai dengan ekstrakulikuler yang
diikuti. Tak ada yang bilang berita yang kami buat bagus, tapi setidaknya itu
praktik paling “keren” yang saya dan teman-teman lakukan.
Di
tahun kedua ini, kami kedatangan adik-adik kelas 7 yang tertarik untuk
bergabung di kelas jurnalistik. Cukup kaget ketika melihat jumlahnya, entah apa
yang membuat ketertarikan adik tingkat kami ini lebih tinggi dari angkatan yang
lain. Sepertinya perlu dirayakan, karena pada tahun sebelumnya, hanya ada 1
kakak kelas kami yang bertahan di ekstra jurnalistik. Di tahun ini, kami juga
mengikuti lomba penulisan yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Kota Malang.
Ini jadi praktik paling “keren” di tahun kedua, sekaligus sepanjang masa. Lagi
lagi, bukan soal menang yang jadi target utama, tapi pengalaman yang tak
terduga.
Banyak
hal baru yang saya temukan selama mengikuti lomba penulisan. Menulis itu tak
sekedar menata setiap kata menjadi rentetan kalimat yang akan jadi pondasi bagi
sebuah paragraf. Menulis itu perlu mencintai apa yang kita tulis. Menjadi
seorang penulis juga harus siap dengan segala hal tak terduga di lapangan. Ekstrakulikuler
yang saya kira mudah, ternyata tidak ada kata sederhana untuknya. Karena
menulis juga perlu memperhatikan pembaca.
Selama
dua tahun ini, banyak pula cerita dan tokoh-tokoh baru yang saya dengar dari
Kak Izzuddin. Mengenal bagaimana tulisan dapat membawa banyak bahagia, duka, serta
sarkas keras dalam kehidupan sosial. Ekstra ini membawa saya kepada banyak tokoh
sastra dan bacaan-bacaan menarik lainya. Membawa saya kepada banyak kesempatan
besar, dan mengenalkan saya mengenai arti jurnalistik yang sebenarnya.
Menjadi bagian dari ekstra jurnalistik menjadi kebanggan tersendiri untuk saya. Bergabung dengan indidvidu-individu yang aktif berkarya dalam jagat literasi menjadikan diri saya belajar lebih dalam. Berbagai Sabtu yang telah dilalui mempertemukan saya dengan berbagai cerita dan canda yang jadi penghiburnya. Dua tahun yang entah singkat atau tidak, mengantarkan saya ke banyak hal dan pengalaman baru. Saya harap, semua materi yang telah disampaikan dapat menjadi bekal dalam memulai perjalanan menjadi generasi literasi terdepan.
0 Komentar