Keramik nyatanya
bisa menjadi destinasi wisata yang menarik bagi warga Kota Malang. Dinoyo
tempatnya, pusat kerajinan oleh-oleh souvenir di Malang. Kampung Wisata Keramik
Dinoyo ini berada Jalan Mt Haryono 9 No. 336, Dinoyo, Lowokwaru, Kota Malang,
Jawa Timur. Hanya berjarak sekitar 4 km dari pusat kota, kita dapat
mengunjunginya dengan mudah. Akan banyak angkutan umum yang dapat mengantarkan
kita ke tempat tersebut.
Sebuah pohon
beringin besar menjadi titik penanda dari
masuknya pengunjung di kampung ini. Seperti kampung wisata biasanya, terdapat
sebuah papan selamat datang yang bertuliskan “Kampoeng Wisata Keramik Dinoyo”
lengkap dengan lambang Pertamina dan Polinema dibawahnya. Terdapat pula tiga
tiruan kerajinan keramik yang menjadi ikon dari kampung ini sendiri. Tepat di
belakang papan selamat datang, terdapat bangunan besar berwarna biru. Tulisan
di depanya menunjukkan bahwa bangunan itu adalah pabrik keramik.
Jalanan yang
begitu ramai akan mengantarkan pengunjung pada setiap ruas kaca rumah warga
yang penuh dengan keramik. Jalan kecil ini benar-benar tak ada matinya. Selain
kendaraan yang berlalu lalang, produksi, pengemasan, dan jual beli terus
terlihat disini. Tak padat, namun terus adanya. Tapi, pengunjung bisa menemukan
sebuah bangunan kuning yang padat dengan keramik. Tempat itu adalah penjualan
pusat dari keramik dinoyo.
Berjejer rumah-rumah yang menjadi sentra
kerajinan keramik. Setiap rumah yang menjadi tempat pembuatan dan penjualan
keramik diberi papan sebagai tanda pengenal. Bulatan papan itu dilengkapi
dengan nama brand dari setiap toko. Tak
jarang juga ditemui pedagang kecil di sekitar kampung, seperti; jus buah,
bakso, pecel, dan warung kecil.
Berawal dari
pembentukan Lembaga Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan Industri Departemen
Perindustrian (LEPPIN), masyarakat Dinoyo hanya memproduksi gerabah yang
digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Adanya pengaruh keramik cina menjadikan
masyarakat mulai menggabungkan keduanya, yaitu gerabah dan keramik. Hasil dari
akulturasi tersebut adalah keramik lokal semi porselen. Inilah yang membuat
Kampung Wisata Keramik Dinoyo sudah mulai dikenal khalayak ramai sejak tahun
1957.
Kampung
wisata yang bermula dari sebuah sentra gerabah ini ada sejak tahun 1930. Sentra
ini memanfaatkan lahan sawah yang berada di sekitar daerah tersebut sebagai
bahan pembuatan keramik, yaitu tanah liat. Namun, sebuah penelitian pada tahun
1955 menemukan sebuah fakta bahwa di daerah Jawa Timur, terdapat sebuah bahan
baku yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan keramik porselen, yaitu tanah liat
putih. Hingga akhirnya pada tahun 1957 mulai dikembangkan.
Namun
sayangnya, pabrik keramik LEPPIN tidak berlanjut kembali. Inilah yang membuat
masyarakat dinoyo melanjutkan industri keramik dalam skala rumah tangga seperti
sekarang ini. Kerajinan keramik menjadi semakin berkembang dalam kalangan
masyarakat. Kini, usaha industri keramik berubah menjadi sentra industri di
Kota Malang. Sebagai warga lokal, tentunya industri ini akan sangat berpengaruh
terhadap perekenomian setiap keluarga yang ada di dalamnya. Industri keramik
ini tentunya dapat menjadi media edukasi bagi warga lokal khusunya, untuk
mengenal lebih dalam mengenai industri keramik.
Dalam
mengikuti perkembangan konsumen, produk keramik dan cendera mata di sini
terkenal dengan warna yang natural. Unsur alam yang tak pernah tertinggal di
setiap produknya menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Para pengrajin
tentunya membuat motif sesuai dengan keinginan pemesan. Motif-motif ini tak
lepas dari pengaruh keramik cina. Namun, kebanyakan motif dari keramik cina disablon.
Sedangkan di kampung ini, setiap motifnya dilukis langsung oleh para pengrajin.
Kebanyakan
dari warga bekerja sebagai karyawan. Sebagian fokus pada pembuatan keramik,
sedangkan sebagian yang lain fokus pada penjualan dan pariwisata. Pembagian
inilah yang menjadikan kualitas dari produk keramik dinoyo ini cukup terjamin.
Kegiatan produksi dan distribusi keramik juga dilakukan dengan aktif.
Kardus-kardus besar disiapkan untuk menjadi wadah dari keramik yang akan
dikirimkan kepada pelanggan.
Bapak Suwari
namanya, seorang pengrajin keramik di Dinoyo ini. Tokoh yang sudah bekerja
selama 20 tahun ini fokus merapikan karya-karya keramik yang masih setengah
jadi itu. Sebagai karyawan yang hanya fokus pada produksi, ia tidak tahu
mengenai penjualan dan penghasilan dari kampung ini. Namun menurutnya, lebih
banyak warga luar Kota Malang yang membeli keramik. Kulak tepatnya, mereka membeli
dalam jumlah banyak untuk dijual kembali. “Ya, yang banyak itu luar Malang
mbak. Biasanya kalau pengkulak-pengkulak itu kan dari luar Malang,” tutur
Suwari.
Dengan
berbagai kerajinan yang dihasilkan membuat banyak orang yang tertarik
membelinya. “Bentuknya, ada pot, vas, macem-macem. Ada namanya gendok, ada
namanya cucing, ada guci, macem-macem. Ada kendi,” jelasnya. Bahkan, Bali
menjadi salah satu daerah dengan daya minat paling tinggi. Wadah air menjadi
sebuah benda yang banyak dipesan sebagai alat untuk sembahyang. Masyarakat
mancanegara bahkan datang langsung untuk melihat proses pembuatan keramiknya. Meski
penjualanya jauh lebih rendah, namun warga Malang sendiri lebih membeli vas
atau pot bunga sebagai kebutuhan dan hiasan rumah.
Jelas, tidak
semua warga menjadi penjual atau pengrajin keramik. Ada pula yang menjual
minuman dan makanan ringan yang bisa membantu wisatawan saat berkunjung di
sana. Ramainya kampung ini tentu berdampak pada ekonomi masyarakat sekitar.
Warga yang menjadi pedagang kecil akan diuntungkan dengan banyaknya wisatawan
yang datang.
Nyatanya,
pembelian dari masyarakat Malang masih lebih rendah dari daerah lain. Jika
produk keramik dari daerah ini sudah sampai pada masyarakat Bali, mengapa
masyarakat Malang sendiri tidak begitu melirik usaha ini? Kampung wisata ini
juga belum sepenuhnya kembali pada posisi kejayaanya dulu. Bahkan, banyak
masyarakat yang belum tahu menahu tentang kampung ini.
Letak dan
luas kampung ini memang menjadi pertimbangan sendiri bagi calon pengunjung.
Akses jalan yang kecil dan tidak ada lahan parkir khusus yang menjadi hambatan
tersendiri. Selain itu, peralatan yang digunakan dalam pembuatan keramik ini
masih tergolong tradisional. Pengrajin akan mengalami kendala saat menerima
pesanan dalam jumlah yang besar. Proses pembuatan keramik akan memakan waktu
lama karena terkendala alat.
Ditengah
segala kendalanya, masyarakat lebih memilih produk luar negeri dengan alasan
tingginya kualitas barang impor. Jika masalah-masalah itu terus berlanjut, maka
hal ini menjadi alasan penguat bagi masyarakat untuk memperbanyak pembelian
dari luar negeri. Karena memang terbukti, kualitas produk dalam negeri tidak
maksimal. Bahkan, usaha keramik dinoyo ini juga bisa kalah dengan pesaing dalam
negeri lainya. Karena, kualitas suatu produk tak hanya dilihat dari visualnya
saja. Namun juga dinilai dari ketahanan, kegunaan, dan kemudahan penggunaanya.
Pemerintah
sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab seharusnya mampu mengatasi semua
permasalahan tersebut. Pelatihan, pembinaan, pemberdayaan masyarakat, dan
peningkatan kualitas pengrajin tidak boleh hanya dilakukan sebagai formalitas
saja. Kegiatan tersebut harus dilakukan secara berkala terus dikembangkan.
Sentra keramik ini harus benar-benar dibimbing sehingga dapat kembali dikenal
oleh masyarakat. Karena, untuk mengembalikan masa kejayaan dari kampung keramik
ini, diperlukan dukungan dari pihak lain sehingga perkembanganya menjadi lebih
cepat. Sangat sulit bagi kampung ini untuk beridiri sendiri di masa yang modern
ini.
Dengan banyaknya mahasiswa dari berbagai universitas yang melakukan penelitian, seharusnya hal tersebut memberi dampak lebih bagi perkembangan kampung ini. Setiap bagian yang dibahas dapat menjadi poin solusi dan inovasi tersendiri. Untuk itu, sebuah penelitian juga harus membawa dampak yang baik pula bagi objek penelitianya. Sehingga, sebuah universitas juga turut berperan dalam mengembangkan apa saja yang ada di sekitarnya lewat berbagai kegiatan yang ada.
0 Komentar